Di kaki gunung Tambora, tepatnya di sebelah barat berdiri sebuah  kerajaan besar. Kerajaan itu bernama Tambora. Rajanya bernama Rangga  Mandara yang memerintah berdasarkan adat dan kebiasaan turun temurun  dari nenek moyangnya. Kerajaan dan rakyat Tambora hidup dan dibesarkan  dari kekayaan alam negerinya. Sedangkan di sebelah selatan berdiri  kerajaan Pekat. Di sebelah utara sampai ke arah timur berdiri kerajaan  Aga, Cempaka dan Sanggar. Kerajaan-kerajaan itu memiliki batas-batas  wilayah yang telah diatur dan disepakati secara turun temurun dari zaman  ke zaman.
![]()  | 
| ilustrasi meletusnya gunung tambora | 
Hampir setiap hari para pelaut dan pedagang berlabuh di kerajaan  Tambora. Ada yang tinggal untuk beberapa saat lamanya. Ada pula yang  tinggal dalam kurun waktu yang lama. Tanpa terasa kerajaan Tambora  menjadi ramai oleh para Pelaut dan Saudagar dari berbagai negeri.
Pada suatu ketika rakyat Tambora dikejutkan dengan datangnya beberapa  perahu yang mengangkut puluhan orang yang baru pernah mereka lihat.  Pakaian orang-orang itu sangat berbeda dengan pakaian yang dikenakan  para pedagang dan pelaut yang selama ini mereka lihat. Orang-orang itu  berpakaian serba putih dan bersorban. Rata-rata mereka berjenggot dengan  roman muka yang putih bersih
” Mohon maaf tuan-tuan, kalau boleh kami tahu dari manakah asal tuan-tuan ?” Salah seorang pemuka adat menyapa tamu barunya itu.
” Kami berasal dari negeri yang jauh.” Orang-orang itu menjawab singkat.
” Negeri Yang Jauh ?” Salah seorang warga keheranan.
” Yah…. Kami berasal dari beberapa negeri dan kerajaan. Tapi sebgian  besar dari kami berasal dari tanah Makassar dan Sumatera. ” Orang asing  itu menjelaskan asal usul mereka.
” Apakah gerangan maksud tuan-tuan kemari ?” Pemuka adat itu ingin tahu.
” Kami datang sebagaimana saudara-saudara kami dari negeri lainnya.  Tujuan kami sama dengan mereka yaitu untuk berdagang.” Orang asing itu  menjelaskan maksud kedatangannya sambil menunjukkan barang-barang  dagangan mereka.
Orang-orang yang ada di tepi pantai itu berjubel melihat  barang-barang dagangan yang dibawa orang-orang asing itu. Mereka sangat  tertarik menukar hasil bumi Tambora dengan kain-kain dan perlengkapan  bertani, berkebun dan melaut yang dibawa orang-orang itu. Semakin lama  semakin banyaklah orang-orang yang membeli kain-kain yang dibawa  orang-orang berjubah itu dengan cara menukar barang dengan barang.
Ada yang menukar beberapa ikat padi dengan kain. Ada pula yang  menukar dengan binatang seperti Kuda dan Rusa maupun madu putih dan madu  merah. Lama kelamaan mereka saling kenal mengenal dan semakin akrab.  Suasana kekeluargaan menyelimuti kehadiran orang-orang berjubah itu.  Mereka dipersilahkan oleh beberapa warga untuk menginap di rumah-rumah  warga.
Namun ada hal yang unik yang terus diamati oleh warga dari  orang-orang yang berjubah itu. Mereka selalu mengerjakan ritual ibadah  yang sangat berbeda dengan kebiasaan mereka. Sebelum matahari terbit  mereka melakukan ritual ibadah dengan cara bersama-sama dan dipimpin  oleh salah seorang yang tertua di antara mereka. Jika yang di depan  berdiri maka berdirilah rekannya di belakang, demikian pula jika yang di  depan ruku dan sujud serta menengadahkan tangan ke arah langit.
Kebiasaan seperti itu terus dilakukan oleh orang-orang yang berjubah  itu sebanyak lima kali sehari semalam. Yaitu pada saat sebelum matahari  terbit. Siang hari ketika matahari tegak di atas kepala, sore hari  menjelang matahari terbenam di ufuk barat, setelah matahari terbenam dan  pada malam harinya. Dan tidak hanya itu saja mereka membuka sebuah buku  tebal dan melantunkan secara bersama-sama.
Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang berjubah itu  mendapat perhatian warga sekitar. Saban hari mereka terus mengamati  kegiatan orang-orang berjubah itu. Ada juga beberapa di antara warga  yang mencoba meniru ketika orang-orang yang berjubah itu melakukan  ritual.
Pada suatu malam, kepala kampung dan beberapa orang warga mendatangi  orang-orang yang berjubah itu. Mereka ingin menanyakan apakah maksud  dari kebiasaan dan ritual ibadah yang saban hari mereka lakukan.
” Mohon maaf tuan-tuan, kami pingin sekali mengetahui ajaran apakah  gerangan yang sedang tuan-tuan lakukan ini ? Kepala kampung menemui  orang berjubah itu seusai melakukan kegiatan ibadahnya.
” Oh…. Baiklah tuan-tuan. Dengan senang hati kami menyampaikan  kehadapan tuan-tuan. ” Sembari tersenyum salah seorang mempersilahkan  orang-orang itu untuk bergabung dengan mereka.
” Apakah yang dilakukan tuan-tuan ini agama baru ?” Salah seorang pemuda penasaran. 
” Betul sekali anak muda. ” Salah seorang yang memperbaiki sorbannya  menjawab. 
” Agama kami bernama Islam. Kami menyembah hanya kepada Allah  SWT, tuhan bagi seru sekalian alam. Agama Islam telah lama berkembang di  zazirah Arab dan bahkan sampai ke Eropa.
” Siapa yang pertama kali membawa agama ini kepada tuan-tuan ?” Kepala Kampung denga
n roman muka yang serius kembali bertanya.
” Ceritanya panjang tuan. Allah SWT menurunkan wahyu-Nya kepada para  Nabi dan Rasul sebagai pembawa risalah-Nya. Nabi  terakhir yang  menyempurnakan agama ini adalah Baginda Nabi Muhammad Salallahu  Alaihihawassalam yang selanjutnya disebarluaskan oleh para sahabat dan  pengikut setianya hingga saat ini. ” Kepala kampung dan anggotanya  manggut-manggut.
” Berarti apa yang kami lakukan selama ini dengan menyembah batu,  menyimpan sesajian di pohon-pohon besar  itu salah dan bertentangan  dengan ajaran tuan-tuan.” Kepala kampung menjelaskan ajaran-ajaran  neneka moyangnya.
” Betul sekali tuan-tuan. Kami juga menganut ajaran yang hampir sama  dengan tuan-tuan sebelum memeluk Islam. Orang-orang di zazirah Arabpun  dulunya menjalankan ajaran nenek moyangnya. Kami pun sadar bahwa  benda-benda, roh-roh yang kami agungkan dulu hanyalah ciptaan Allah SWT  yang maha pencipta, maha kuasa, maha pengasih dan maha penyayang. “
” Seluruh isi alam ini adalah ciptaan-Nya dan tidak ada yang serupa  dengan Dia.
 ” Orang-orang yang berjubah itu serentak menambahkan dan  memberikan penjelasan.
Kepala Kampung dan anggotanya hanya terdiam. Tampaknya apa yang dijelaskan orang-orang yang berjubah itu masuk di akal mereka.
” Maukah tuan-tuan mengikuti ajaran kami ?” Salah seorang yang berjubah itu mengajak sambil tersenyum.
” Apa syarat-syaratnya tuan ?” Kepala kampung tambah penasaran.
” Hanya dengan mengucapkan Dua Kalimat Syahadat sebagai sebuah ikrar  yang tulus bahwa tuan-tuan bersaksi bahwa Tidak ada tuhan selain Allah  dan Nabi Muhammad adalah Utusan-Nya. “
” Hanya itu saja ?” Salah seorang pemuda langsung menyambut persyaratan yang menurut mereka amat mudah untuk dilakukan.
” Syarat-sayarat lainnya ?” Kepala Kampung menyambung pertanyaan anak muda tadi.
” Amar Ma’ruf Nahi Mungkar.”
” Apa maksudnya tuan ?”
” Berbuat kebajikan dan mencegah kemungkaran. Melaksanakan segala  perintah Allah dan Rasul serta menjauhi larangan-larangannnya.”
” Apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan ?”
” Mengerjakan shalat seperti yang saban hari kami lakukan,  mengeluarkan zakat, melaksanakan puasa, saling tolong menolong dalam  kebaikan, mengerjakan haji ke tanah suci Mekkah apabila mampu. 
” Lalu yang dilarang itu apa saja ?”
” Berzina, berjudi, minum-minuman yang memabukkan, menyembah berhala  dan yang diingat adalah kita harus memakan dan minum makanan-makanan  yang halal menurut islam. “
” Apakah makanan-makanan yang halal menurut Islam ?”
” Hampir semua makanan yang ada di kerajaan Tambora ini halal untuk  dimakan. Tapi mohon maaf tuan-tuan. Ada beberapa binatang yang tidak  boleh dimakan dan dilarang dalam islam.”
” Contohnya apa tuan-tuan ?”
” Babi dan Anjing sangat dilarang. Sementara kebiasaan tuan-tuan di  sini memakan daging-daging binatang itu. ” Pimpinan orang-orang yang  berjubah itu dengan tegas menjelaskan bahwa Babi dan Anjing itu  dilarang.
” Dan setiap binatang buruan seperti Rusa, kambing, kerbau, Sapi,  ayam, bebek dan itik harus disembelih dengan menyebut nama Allah. Setiap  kita memulai kegiatan apa saja harus dengan membaca  Bismillahirrahmanirrahim( Dengan Menyebut Nama Allah).”
” Kalau begitu kami telah sepakat dan semufakat untuk masuk dan  bergabung dengan agama tuan-tuan. Kami tidak akan lagi memakan daging  babi dan anjing. “
Malam itu juga kepala kampung dan beberapa pemuda secara resmi  memeluk Islam. Mereka mengucapkan dua kalimat syahadat yang dituntun  orang-orang-orang berjubah itu.
Waktu terus bergulir. Kian lama masyarakat Tambora terutama yang  tinggal di wilayah pesisir memeluk agama Islam. Pimpinan orang-orang  yang berjubah itu mereka panggil dengan nama Kiyai Saleh.
Demikian pula anggota-anggotanya dipanggil pula dengan nama Kiyai.  Yang bernama Anwar dipanggil Kiyai Anwar. Yang bernama Amin dipanggil  dengan nama Kiyai Amin. Begitu juga dengan yang lainnya.
Pengikut ajaran Kiyai Saleh semakin banyak. Mereka sepakat secara  bergotong royong membangun tempat ibadah. Namun ada pula yang tidak  setuju dan tidak sejalan dengan ajaran Kiyai Saleh. Mereka adalah  orang-orang yang merasa sangat sulit untuk melupakan dan meninggalkan  kebiasaan-kebiasaan lama seperti menyembah batu, pohon-pohon besar dan  memakan daging anjing dan babi.
Bagi mereka ajaran Kiyai Saleh sangat membatasi gerak gerik mereka.  Sehingga mereka pun sepakat untuk menolak ajaran itu. Dengan berbagai  cara mereka menghalang-halangi rekan-rekannya yang ingin menemui Kiyai  Saleh untuk memeluk agama Islam.
Hingga pada suatu hari mereka menghadap Raja Rangga Mandara untuk mengemukakan kekhawatiran mereka.
” Ampun beribu ampun Baginda, Kegiatan ibadah yang dilakukan Kiyai Saleh sangat meresahkan.
” Tidak hanya itu saja Baginda. Ajaran Kiyai Saleh melarang memakan Babi dan Anjing.” Warga lain menyambung.
” Wah…. Berbahaya Baginda. Masa Makanan yang enak-enak dilarang
.” Salah seorang pejabat kerajaan terus memancing suasana.
” Apa benar yang kalian omongkan itu ?” Raja Rangga Mandara  bertanya balik.
” Ampun beribu ampun baginda, apa yang kami kemukakan itu tidak  berbeda dengan dengan yang kami lihat. ” Warga itu terus meyakinkan  rajanya.
” Baiklah. Kalau begitu panggil Kiyai Saleh untuk menghadap.
 ” Demikian titah Raja Rangga Mandara.
Beberapa hari kemudian Kiyai Saleh ditemani beberapa pengikutnya dan  warga yang baru saja memeluk Islam menghadap Istana Kerajaan Tambora.Di  sebuah tempat yang telah disiapkan, Raja Rangga Mandara didampingi para  pejabat kerajaan menjamu Tamunya itu.
” Silahkan duduk. Cicipilah buah-buahan dan makanan khas Tambora.”  Raja Rangga Mandara mempersilahkan Rombongan Kiyai Saleh untuk mencicipi  berbagai jenis buah-buahan dan kue-kue yang telah disajikan di atas  hamparan permadani yang bersih, wangi dan indah.
” Terima kasih Baginda. Syukur Alhamdulillah, karena baru pada hari  ini kami dapat bertatap muka sekaligus bersilaturahim dengan Baginda.  Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada  baginda dan seluruh rakyat Tambora ini. 
” Demikian Doa Kiyai Saleh  mengawali pembicaraan dengan Raja Rangga Mandara.
” Terima kasih atas untaian doa yang disampaikan tuan Kiyai. Meskipun  kata dan kalimat itu masih sangat asing di telinga saya.” Sambut Raja  Rangga Mandara atas doa Kiyai Saleh.
” Sudah menjadi kewajiban kami untuk mendoakan manusia dan seisi alam  ini. Karena Agama Islam yang kami anut adalah agama yang rahmatan lil  alamin.” Kiyai Saleh menambahkan sambil memperkenalkan ajaran Islam  keapda Raja Rangga Mandara.
Sejenak suasana hening. Raja Rangga Mandara dan pejabat kerajaan  kembali mempersilahkan Kiyai Saleh untuk mencicipi buah-buahan dan  makanan yang berada di hadapan mereka. Mereka sama-sama menyantap  makanan itu.
” Saya mendapat laporan dari para pejabat kerajaan dan warga bahwa  agama Tuan Kiyai mengharamkan Babi dan Anjing. Apa benar tuan ?” Raja  Rangga Mandara bertanya kepada Kiyai Saleh sambil mencicipi sepotong  kue.
” Betul sekali Baginda. Dalam ajaran agama Islam daging Babi dan Anjing itu dilarang.”
” Kenapa ?” Raja Rangga Mandara mengerutkan keningnya.
” Disamping melanggar ketentuan dan syari’at yang telah digariskan  oleh Allah SWT juga tidak baik bagi tubuh kita. ” Kiyai Saleh  menjelaskan.
” Tapi daging-daging itu enak dan selama ini tidak ada rakyat di kerajaan ini yang sakit karena makan daging Babi dan Anjing.”
Peryataan Raja Rangga Mandara itu disambut dengan gerutu para pejabat  kerajaan yang tidak setuju dengan penjelasan Kiyai Saleh yang  mengharamkan daging Babi dan Anjing kesukaan mereka.
” Itulah ketentuan Islam Baginda. Allah SWT telah menciptakan alam  dan segala isinya untuk manusia. Tapi ada ketentuan-ketentuan yang  dilarang-Nya. Semua itu demi kebaikan dan kemaslahatan Ummat manusia.  Dengan setengah berdakwah Kiyai Saleh membalas gemuruh gerutu para  pejabat kerajaan itu.
Pertemuan itu tidak menghasilkan apa-apa. Kiyai Saleh dan pengikutnya  pamit karena tidak tahan mendengar ucapan-ucapan serta sindiran yang  disampaikan para pejabat kerajaan. Namun meski demikian Raja Rangga  Mandara mengantar tamunya itu sampai ke pelataran Istana.
Sepeninggal Kiyai Saleh, Raja Rangga Mandara duduk menyendiri di  dalam kamarnya. Sepertinya ia tertarik dengan ajaran dan kata-kata Kiyai  Saleh. Satu persatu ucapan Kiyai itu diingatnya. Sementara seiring  waktu bergulir, pengikut ajaran Kiyai Saleh semakin bertambah.  Berhari-hari lamanya Raja Rangga Mandara larut dalam pemikiran dan  pertimbangan. Hingga ia harus berembuk dengan para pejabat kerajaan dan  pembantu-pembantunya.
” Mohon ampun Baginda, tidak baik kita meninggalkan ajaran nenek  moyang kita hanya karena ajaran baru yang dibawa Kiyai Saleh itu. ”  Salah seorang pejabat kerajaan memberikan pertimbangan.
” Betul sekali baginda, apalagi ajaran itu justru melarang memakan  daging anjing yang menjadi kesenangan baginda dan kita semua. ” Pejabat  lain mendukung. Rupanya mereka tidak rela rajanya mengikuti ajaran Kiyai  Saleh.
” Begini saja baginda. ” Salah seorang yang baru bergabung dalam rapat itu mendekat ke arah Raja Rangga Mandara.
” Apa yang ingin kau usulkan ?” Raja Rangga Mandara ingin sekali tahu  usulan pejabatnya yang satu ini. Karena kelihatannya ada hal penting  yang ingin disampaikannnya.
Lalu orang itu mendekat ke arah telinga Rajanya. Dia membisikkan  sesuatu. Lalu Raja Rangga Mandara menganggukkan kepalanya sebagai tanda  setuju atas usulan yang dibisikkan itu.
” Baiklah. Kita adakan kenduri besar-besaran.  Undang Kiyai Saleh beserta pengikutnya….!
” Kenduri……… ? ” Para pejabat kerajaan menyambut rencana rajanya dengan roman muka kegembiraan.
” Yah…. Siapkan binatang-binatang buruan seperti rusa, kerbau,  kambing dan juga anjing. Kita berpesta pora dengan Kiyai Saleh. ” Raja  Rangga Mandara memerintahkan para pejabatnya.
” Tapi bagaimana jika Kiyai Saleh tahu bahwa ada daging anjing juga  yang menjadi santapan dalam kenduri nanti ?” Salah seorang pejabat  kerajaan mengajukan keberatan.
” Ah… Nggak usah dikasih tahu. Awas kalau sampai ada yang memberi  tahu. Bilang saja bahwa ada kenduri besar yang diadakan Baginda Raja.  Dan daging yang dijadikan makanan adalah daging kerbau atau rusa. ”  Pejabat yang menguping Raja Gafur tadi mengancam rekan-rekannya.
Pada hari yang telah ditentukan kenduri besar-besaran itu  dilaksanakan. Kiyai Saleh beserta pengikutnya hadir di tempat itu  selepas menunaikan shalat Isya berjama’ah. Dari aromanya saja  makanan-makanan yang disuguhkan itu sudah terasa lezat. Dan ditambah  lagi setelah mereka menyantap masakan itu. Kiyai Saleh dan para  pengikutnya pun menyantap makanan itu dengan lahap
.
Tanpa rasa curiga sedikitpun Kiyai Saleh mengambil daging anjing yang  sudah dicampur dengan daging kerbau serta rusa. Raja Rangga Mandara dan  pejabat kerajaan tersenyum dan saling memandang wajah masing-masing  yang menandakan bahwa jebakan dan tipu daya mereka berhasil.
Setelah semua orang menyantap makanan yang berlimpah jumlahnya itu, Raja Rangga Mandara bertanya kepada Kiyai Saleh.
” Wahai Tuan Kiyai, Bagaimana rasanya masakan yang kami suguhkan ?”
” Luar Biasa Baginda. Terima kasih atas jamuan yang disuguhkan  baginda malam ini. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan karunia-Nya  kepada Baginda dan seluruh rakyat Tambora.” Kiyai Saleh memuji Raja  Rangga Mandara seraya mendoakan raja Tambora itu.
” Di antara daging yang lezat-lezat itu tuan Kiyai, terdapat Daging  Anjing yang tuan haramkan. ” Ucap Raja Rangga Mandara dan disambut gelak  tawa para pejabatnya.
Wajah Kiyai Saleh dan pengikutnya merah seketika. Kiyai Saleh berdiri dan menunjuk ke wajah Raja Rangga Mandara.
” Terkutuklah Kau Wahai Raja Rangga Mandara bersama rakyatmu yang  telah membuat tipu daya ini. Ketahuilah bahwa Allah SWT Maha Membuat  Tipu Daya. Cepat atau lambat kerajaan ini akan tenggelam selama-lamanya.  “
Kiyai Saleh dan pengikut setianya meninggalkan tempat Kenduri. Mereka  terus berjalan menyusuri kaki gunung Tambora menuju ke arah selatan.  Dengan raut wajah sedih seraya bermunajat kepada Allah SWT agar  diampunkan dari segala dosa karena telah menyantap daging anjing yang  dilarang dalam agama Islam, mereka terus berjalan menelusuri kegelapan  malam.
Tepat waktu shalat subuh, Kiyai Saleh dan seluruh pengikutnya tiba di  sebuah teluk di sisi selatan gunung Tambora.  Mereka mengambil air laut  untuk berwudhu. Lalu mereka melaksanakan shalat subuh berjamaah. Dalam  doa-doa yang dipanjatkan usai shalat subuh, Kiyai Saleh memohon kepada  Allah SWT agar Raja Rangga Mandara dan rakyatnya yang telah membuat tipu  daya itu dibinasakan.
” Ya Allah penguasa seluruh jagat. Tunjukkannlah kekuasaan-Mu atas  tipu daya yang diberikan Raja Gafur beserta pengikutnya kepada Kami.  Tenggelamkanlah kerajaan  itu untuk menjadi  peringatan kepada generasi  mendatang bahwa keangkuhan, Tipu daya dan fitnah hukumannya adalah  kebinasaan.”
Hingga terbit matahari, Kiyai Saleh dan Pengikut-Nya terus mengucap  Doa-Doa. Sebuah Gempa Bumi yang teramat dahsyat mengguncang kerajaan  Tambora. Sebuah letusan yang maha Dahsyat dimuntahkan dari puncak gunung  Tambora. Dunia menjadi gelap gulita di pagi yang sebelumnya cerah.  Secepat kilat banjir lahar menerjang ke segala penjuru.
Istana Kerajaan Tambora luluh lantah, orang-orang lari berhamburan  dikejar banjir lahar itu. Air laut naik ke daratan menenggelamkan semua  yang ada. Dalam sekecap kerajaan Tambora tenggelam bersama lahar dari  Gunung Tambora dan air laut yang terus menerjang meluluhlantahkan seisi  kerajaan.
            Kini kerajaan Tambora tinggal kenangan.  Orang-orang hanya melihat padang pasir dan hamparan savanna yang luas  mengitari gunung Tambora di ujung timur tanah Bima. Keangkuhan dan Tipu  daya telah membinasakan sebuah kerajaan yang makmur dan tentram itu.  Allah SWT Maha Kuasa atas segala yang diciptakan-Nya. Hingga saat ini  teluk tempat Kiyai Saleh dan pengikutnya berdoa dinamakan Teluk Saleh.
semoga bermanfaat...
salam Histori...
salam Histori...
00:34
Unknown

 Posted in:  

2 komentar:
DAri manakah sumbernya cerita ini saudaraku? Saya mendengar versi lain yang lebih logis jika dikaitkan dengan catatan sejarah. Tolong dikonfirmasi, agar kita mengambil cerita yang sedikit lebih mendekati fakta sejarah. terima kasih
Sangat bermanfaat untuk wawasan sejarah
Post a Comment